Di ranah tanah jawa yg kental dengan budayanya yg mengutamakan harmonisasi pada hubungan antar individu,antar kelompok dan kelompok dg penguasa.terdapat adagium yg berlaku bagi mereka yaitu ngalah yg bermakna filosofis menuju allah,sdg makna harafiahnya yaitu mengalah.kata ngalah atau mengalah ini lebih jelas dlm hubungan komunikasi antar kelompok horisontal apalagi komunikasi vertikal dlm artian hubunga kawulo lan gusti.
dlm hub vertikal antara penguasa dan yg dikuasai ,pihak abdi atau kelompok tersebut banyak mengalah,menuruti kehendak si penguasa. tentu saja harmoni tetap terbentuk selama kehendak sipenguasa selaras dengan KEINGINAN KELOMPOK ATAU KAWULA,DAN JG KEMAMPUAANNYA.
Tetapi bila kehendak penguasa terlalu berlebihan dg cara memaksa untk menuruti kehendaknya maka hubungan mrk telah memasuki tingkat KETEGANGAN,namun karena inti pandangan masyarakat adlh harmonis maka konflik belum muncul.hal ini kawulo masih bertahan dg konsepnya yaitu NGALAH tadi.bila kawulo sdh ngalah kpd penguasa tetapi di rugikan misal tetap digusurtanpa imbalan yg layak,maka mrk tetap ngalah disertai tindakan NGALIH atau menyingkir dr permasalahan pokok tadi.tetapi apabila fihak penguasa tetap bersikeras lagi memperlakukan mereka dg tdk layak atau semena - mena semisal kasus tanjung priok tahun kemarin,kuburan habib, atau penguasa memaksakan RUK yang tak selaras dengan kawulo di Jogya, maka mungkin konflik tdk bisa di hindari lagi,sehingga terjadilah tindakan anarki yg disebut NGAMUK atau amuk,
Dari konsep teoritisasi konflik jawa ini ,dptkah di hindari kejadian amuk ini.
bila kita analisis dg pendekatan pembangunan masyarakat,sesungguhnya semua amal sholeh kita,baik penguasa maupun bukan pada hakekatnya adlh menuju kesejahteraan masysarakat yg di amanatkan oleh UUD 45,alinea ke 4.
Tetapi mengapa tetap terjadi konflik,jawabnya adalah kita terlalu memaksakan kehendak.Wallahu alam bi sawab.hanya rumput yg bergoyang yg tahu,dan sing ngambar lombok.
salam
dlm hub vertikal antara penguasa dan yg dikuasai ,pihak abdi atau kelompok tersebut banyak mengalah,menuruti kehendak si penguasa. tentu saja harmoni tetap terbentuk selama kehendak sipenguasa selaras dengan KEINGINAN KELOMPOK ATAU KAWULA,DAN JG KEMAMPUAANNYA.
Tetapi bila kehendak penguasa terlalu berlebihan dg cara memaksa untk menuruti kehendaknya maka hubungan mrk telah memasuki tingkat KETEGANGAN,namun karena inti pandangan masyarakat adlh harmonis maka konflik belum muncul.hal ini kawulo masih bertahan dg konsepnya yaitu NGALAH tadi.bila kawulo sdh ngalah kpd penguasa tetapi di rugikan misal tetap digusurtanpa imbalan yg layak,maka mrk tetap ngalah disertai tindakan NGALIH atau menyingkir dr permasalahan pokok tadi.tetapi apabila fihak penguasa tetap bersikeras lagi memperlakukan mereka dg tdk layak atau semena - mena semisal kasus tanjung priok tahun kemarin,kuburan habib, atau penguasa memaksakan RUK yang tak selaras dengan kawulo di Jogya, maka mungkin konflik tdk bisa di hindari lagi,sehingga terjadilah tindakan anarki yg disebut NGAMUK atau amuk,
Dari konsep teoritisasi konflik jawa ini ,dptkah di hindari kejadian amuk ini.
bila kita analisis dg pendekatan pembangunan masyarakat,sesungguhnya semua amal sholeh kita,baik penguasa maupun bukan pada hakekatnya adlh menuju kesejahteraan masysarakat yg di amanatkan oleh UUD 45,alinea ke 4.
Tetapi mengapa tetap terjadi konflik,jawabnya adalah kita terlalu memaksakan kehendak.Wallahu alam bi sawab.hanya rumput yg bergoyang yg tahu,dan sing ngambar lombok.
salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar